Rabu, 17 Oktober 2012

* MENGUNGKAP MASA LAMPAU TORAJA MELALUI SENI UKIR ORNAMEN PASSURAK SEBAGAI SUMBER SEJARAH Oleh Anwar Thosibo 2

Etnis Toraja termasuk salah satu suku bangsa Indonesia yang tidak mengembangkan aksara tulisan dalam bentuk teks verbal, oleh karena itu secara metodologis ada tantangan bagi sejarawan untuk merekonstruksi masa lalu Toraja bila hanya mengandalkan sumber dokumen tertulis berbentuk manuskrif. Bagi mereka yang “ekslusivisme” dengan mudah dapat menggunakan prinsip “tidak ada dokumen tertulis tidak ada sejarah”, akibat prinsip itu lenyaplah masa lalu Toraja yang unik bersamaan dengan menjauhnya para sejarawan.

Meskipun tidak meninggalkan dokumen tertulis, tidak berarti bahwa etnis Toraja tidak menyimpan aktualitas masa lalunya. Selain penuturan lisan, gambar-gambar passuraq yang terdapat pada bangunan adat Tongkonan dan benda budaya lainnya, merupakan teks gambar yang terseleksi atau tepatnya aktualitas yang terdokumentasi dengan baik berdasarkan hasil konvensi masyarakatnya. Kesemuanya dimaksudkan sebagai sumber sejarah yang memberi informasi, pesan, dan ungkapan masa lalu. Etnis Toraja selalu menyebut bangunan adatnya sebagai banua passuraq, yang bisa disamakan artinya dengan gedung arsip, penuh dengan teks gambar yang berderet panjang dan penuh arti.

Passuraq, berasal dari akar kata suraq sinonim dengan kata surat, yang artinya, berita, tulisan atau gambaran. Dalam pengertian tersebut, passuraq memiliki kapasitas pictographic karena tema dan gagasan referensialnya direpresentasikan dalam bentuk gambaran ideografik, dan dengan demikian juga identik dengan historiografi sebagai pelukisan sejarah. Gambaran dalam passuraq dipilih sedemikian rupa dan tampak merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Toraja masa lalu. Tema dan gagasan referensialnya pun tidak selalu dalam bentuk nyata, namun juga yang abstrak dalam bentuk geometris.

Menarik dan penting untuk ditelaah bahwa artikulasi passuraq ternyata identik dengan tulisan, namun bukan dalam modus seperti alphabet Latin atau hiragana Jepang tetapi dalam representasi yang lain yaitu karya seni ukir kayu yang di dalam obyek gambarnya memiliki tataran ikonis dan tataran plastis 16. Pada tataran ikonis, gambar passuraq diandaikan mewakili obyek tertentu yang dapat diketahui melalui persepsi dunia-hidup sehari-hari yang masih berlangsung, sementara pada tataran plastis, kualitas ekspresi gambar passuraq berguna untuk menyampaikan konsep-konsep yang abstrak. Seperti halnya bahasa tulisan, passuraq merupakan “sistem pembuka dan penyimpan makna” realitas masyarakat Toraja, karena itu maka passuraq tidak sekedar komunikatif tetapi juga sebagai tempat kreatifitas seni. Dalam kapasitas seni inilah pribadi passuraq - sebagai seorang perupa dan seorang sejarawan - memiliki kebebasan untuk merefleksikan apa yang dilihat dan dialami dalam dunia imajinasinya.

Kebiasaan tradisional etnis Toraja untuk tetap menggambar (passuraq) sama seperti bentuk aslinya (einmalig), telah berlangsung cukup lama. Patut diduga, bahwa tradisi itu muncul bersamaan waktunya dengan berkembangnya kepercayaan leluhur mereka yaitu Aluk Todolo. Dikatakan demikian karena ajaran agama leluhur menetapkan, bahwa setiap langkah upacara kematian selalu diikuti dengan peletakan motif passuraq tertentu pada bidang dinding yang tertentu. Dengan berakhirnya semua langkah upacara kematian maka seluruh bidang luar bangunan adat Tongkonan telah tertutup sejumlah passuraq, membentuk suatu komposisi yang teratur. Itu sebabnya mengapa Tongkonan sering dinamakan rumah kehidupan dan rumah kematian yang maksudnya tempat mayat disemayamkan untuk sementara waktu dan tempat berkumpul keluarga untuk bersama-sama melaksanakan upacara kematian.

Terdapat kurang lebih 125 motif gambar passuraq yang pernah diciptakan 17 yang masing-masing menggambarkan realitas kehidupan dan ada 75 motif hanya dikhususkan untuk Tongkonan. Berdasarkan hasil penelitian terakhir, dari jumlah itu ada yang tidak dapat diketemukan lagi 18. Meskipun demikian, etnis Toraja tetap mengklasifikasi gambar passuraq ke dalam 4 kategori berdasarkan ketentuan adat.

Pertama dinamakan Garontok Passuraq, yaitu gambar utama dan dianggap sebagai pangkal atau dasar untuk memahami budaya Toraja.
Kedua dinamakan Passuraq Todolo, dianggap sebagai penggambaran realitas hidup orang dewasa sejak berkeluarga sampai kakek nenek.
Ketiga dinamakan Passuraq Malollek, yaitu penggambaran realitas hidup kelompok remaja muda mudi.
Keempat dinamakan Passuraq Pakbarean, dianggap sebagai penggambaran berbagai aneka macam kehidupan yang berhubungan dengan suasana yang penuh kegembiraan dan kesenangan pada masa kanak-kanak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar